MAKALAH
ILMU KEPERAWATAN
DASAR
PRINSIP LEGAL DALAM PRAKTEK
KEPERAWATAN
MALPRAKTEK
PERLINDUNGAN HUKUM
KELOMPOK VI
Gunawan Syamsu, 12.1101.381
Kristina Olivia, 12.1101.361
Irvan Firdaus, 12.1101.365
Marwiati, 12.1101.368
Selina Yarangga, 12.1101.369
Finda Chesesi, 12.1101.370
Hesti Ivana, 12.1101.371
Matius, 12.1101.372
Sherly wasaratu, 12.1101.376
Kores Rayar, 12.1101.375
Fredika W. Rumbekwan, 12.1101.373
Yerobeam, 12.1101.374
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR
2012
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur hanya kehadirat Allah SWT. Karena masih
memberikan rahmat dan nikmat-Nya kepada kita semua, khususnya kepada kami,
dalam hal ini yaitu kelompok VI, sehingga dalam kesempatan ini kami dapat
menyelasaikan makalah Ilmu Keperawatan Dasar sebagai tugas dalam mata kuliah
Ilmu Keperawatan Dasar. Makalah ini berisi tentang prinsip legal dalam praktek
keperawatan, yang dimana didalamnya membahas tentang malpraktek dan
perlindungan hukum dalam praktek keperawatan.
Dalam penyusunan makalah ini, kami berusaha dengan sebaik-baiknya dengan
harapan dapat membuat makalah yang terbaik. Namun sebagaimana pepatah “Tiada
Gading yang tak Retak”, masih terdapat kekurangsempurnaan dalam makalah ini.
Karena kata sempurna hanyalah milik Allah SWT.
Untuk itu segala kritik dan saran yang ikhlas sangat kami harapkan.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami
perubahan yang sangat pesat menuju perkembangan keperawatan sebagai profesi.
Proses ini merupakan suatu perubahan yang sangat mendasar dan konsepsional,
yang mencakup seluruh aspek keperawatan baik aspek pelayanan atau aspek-aspek
pendidikan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
kehidupan keprofesian dalam keperawatan.
Undang-undang No. 23 Tahun 1992 telah memberikan pengakuan
secara jelas terhadap tenaga keperawatan sebagai tenaga profesional sebagaimana
pada Pasal 32 ayat (4), Pasal 53 ayat (I j dan ayat (2)). Selanjutnya, pada
ayat (4) disebutkan bahwa ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Perkembangan keperawatan menuju keperawatan profesional
sebagai profesi di pengaruhi oleh berbagai perubahan, perubahan ini sebagai
akibat tekanan globalisasi yang juga menyentuh perkembangan keperawatan
professional antara lain adanya tekanan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi keperawatan yang pada hakekatnya harus diimplementasikan pada
perkembangan keperawatan professional di Indonesia. Disamping itu dipicu juga
adanya UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan UU No. 8 tahun 1999 tentang
perkembangan konsumen sebagai akibat kondisi sosial ekonomi yang semakin baik,
termasuk latar belakang pendidikan yang semakin tinggi yang berdampak pada
tuntutan pelayanan keperawatan yang semakin berkualitas.
Jaminan pelayanan keperawatan yang berkualitas hanya dapat
diperoleh dari tenaga keperawatan yang profesional. Dalam konsep profesi terkait
erat dengan 3 nilai sosial yaitu:
1. Pengetahuan yang mendalam dan sistematis.
2. Ketrampilan teknis dan kiat yang diperoleh melalui
latihan yang lama dan teliti.
3. Pelayanan atau asuhan kepada yang memerlukan, berdasarkan
ilmu pengetahuan dan ketrampilan teknis tersebut dengan berpedoman pada
filsafat moral yang diyakini yaitu “Etika Profesi”.
Dalam profesi keperawatan tentunya berpedoman pada etika
profesi keperawatan yang dituangkan dalam kode etik keperawatan. Sebagai suatu
profesi, PPNI memiliki kode etik keperawatan yang ditinjau setiap 5 tahun dalam
MUNAS PPNI. Berdasarkan keputusan MUNAS VI PPNI No. 09/MUNAS VI/PPNI/2000
tentang Kode Etik Keperawatan Indonesia.
Bidang Etika keperawatan sudah menjadi tanggung jawab
organisasi keprofesian untuk mengembangkan jaminan pelayanan keperawatan yang
berkualitas dapat diperoleh oleh tenaga keperawatan yang professional.
Dalam menjalankan profesinya sebagai tenaga perawat
professional senantiasa memperhatikan etika keperawatan yang mencakup tanggung
jawab perawat terhadap klien ( individu, keluarga, dan masyarakat ).selain itu
, dalam memberikan pelayanan keperawatan yang berkualitas tentunya mengacu pada
standar praktek keperawatan yang merupakan komitmen profesi keperawatan dalam
melindungi masyarakat terhadap praktek yang dilakukan oleh anggota profesi
dalam hal ini perawat.
Dalam menjalankan tugas keprofesiannya, perawat bisa saja
melakukan kesalahan yang dapat merugikan klien sebagai penerima asuhan
keperawatan,bahkan bisa mengakibatkan kecacatan dan lebih parah lagi
mengakibatkan kematian, terutama bila pemberian asuhan keperawatan tidak sesuai
dengan standar praktek keperawatan.kejadian ini di kenal dengan malpraktek.
Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga kesehatan
berlaku norma etika dan norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan
adanya kesalahan praktek sudah seharusnyalah diukur atau dilihat dari sudut
pandang kedua norma tersebut. Kesalahan dari sudut pandang etika disebut
ethical malpractice dan dari sudut pandang hukum disebut yuridical malpractice.
Hal ini perlu dipahami mengingat dalam profesi tenaga perawatan berlaku norma
etika dan norma hukum, sehingga apabila ada kesalahan praktek perlu dilihat
domain apa yang dilanggar.
Karena antara etika dan hukum ada perbedaan-perbedaan yang
mendasar menyangkut substansi, otoritas, tujuan dan sangsi, maka ukuran
normatif yang dipakai untuk menentukan adanya ethical malpractice atau
yuridical malpractice dengan sendirinya juga berbeda.
Yang jelas tidak setiap ethical malpractice merupakan
yuridical malpractice akan tetapi semua bentuk yuridical malpractice pasti
merupakan ethical malpractice. untuk menghindari terjadinya malpraktek ini,
perlu di adakan kajian-kajian etika dan hukum yang menyangkut malpraktek
khususnya dalam bidang keperawatan sehingga sebagai perawat nantinya dalam
menjalankan praktek keperawatan senantiasa memperhatikan kedua aspek tersebut
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apakah pengertian malpraktek dalam
keperawatan ?
2.
Jelaskan dengan pandangan anda
tentang malpraktek dalam keperawatan ?
3.
Apakah perlindungan hukum dalam
praktek keperawatan?
C. TUJUAN
1.
Mahasiswa dapat mengetahui pengertian
dari malpraktek dalam dunia keperawatan.
2.
Mahasiswa dapat memberikan
penjelasannya tentang malpraktek dalam bidang keperawatan.
3.
Mahasiswa dapat mengetahui
perlindungan hukum dalam praktek keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI MALPRAKTEK
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan
tidak selalu berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti salah
sedangkan “praktek” mempunyai arti pelaksanaan atau tindakan, sehingga
malpraktek berarti pelaksanaan atau tindakan yang salah. Meskipun arti
harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk
menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi.
Sedangkan definisi malpraktek profesi kesehatan adalah
kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat
kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim
dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
dilingkungan yang sama. Malpraktek juga dapat diartikan sebagai tidak
terpenuhinya perwujudan hak-hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang
baik, yang biasa terjadi dan dilakukan oleh oknum yang tidak mau mematuhi
aturan yang ada karena tidak memberlakukan prinsip-prinsip transparansi atau
keterbukaan,dalam arti, harus menceritakan secarajelas tentang pelayanan yang
diberikan kepada konsumen, baik pelayanan kesehatan maupun pelayanan jasa
lainnya yang diberikan.
Dalam memberikan pelayanan wajib bagi pemberi jasa untuk
menginformasikan kepada konsumen secara lengkap dan komprehensif semaksimal
mungkin. Namun, penyalahartian malpraktek biasanya terjadi karena ketidaksamaan
persepsi tentang malpraktek.Guwandi (1994) mendefinisikan malpraktik sebagai
kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk menerapkan tingkat
keterampilan dan pengetahuannya di dalam memberikan pelayanah pengobatan dan
perawatan terhadap seorang pasien yang lazim diterapkan dalam mengobati dan
merawat orang sakit atau terluka di lingkungan wilayah yang sama.
Ellis dan Hartley (1998) mengungkapkan bahwa malpraktik merupakan batasan yang spesifik dari kelalaian (negligence) yang ditujukan pada seseorang yang telah terlatih atau berpendidikan yang menunjukkan kinerjanya sesuai bidang tugas/pekerjaannya.
Ellis dan Hartley (1998) mengungkapkan bahwa malpraktik merupakan batasan yang spesifik dari kelalaian (negligence) yang ditujukan pada seseorang yang telah terlatih atau berpendidikan yang menunjukkan kinerjanya sesuai bidang tugas/pekerjaannya.
Ada dua istilah yang sering dibiearakan secara bersamaan
dalam kaitannya dengan malpraktik yaitu kelalaian dan malpratik itu sendiri.
Kelalaian adalah melakukan sesuatu dibawah standar yang ditetapkan oleh
aturan/hukum guna, melindungi orang lain yang bertentangan dengan
tindakan-tindakan yaag tidak beralasan dan berisiko melakukan kesalahan
(Keeton, 1984 dalam Leahy dan Kizilay, 1998).
Malpraktik. sangat spesifik dan terkait dengan status profesional
dan pemberi pelayanan dan standar pelayanan profesional. Malpraktik adalah
kegagalan seorang profesional (misalnya, dokter dan perawat) untuk melakukan
praktik sesuai dengan standar profesi yang berlaku bagi seseorang yang karena
memiliki keterampilan dan pendidikan (Vestal, K.W, 1995). Malpraktik lebih luas
daripada negligence karena selain mencakup arti kelalaian, istilah malpraktik
pun mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan dengan sengaja (criminal
malpractice) dan melanggar undang-undang. Di dalam arti kesengajaan tersirat
adanya motif (guilty mind) sehingga tuntutannya dapat bersifat perdata atau
pidana.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan
malpraktik adalah,
a.
Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga
kesehatan;
b.Tidak
melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajibannya.
(negligence); dan
c.
Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
B.
MALPRAKTEK DALAM KEPERAWATAN
Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan
malpraktik. Malpraktik lebih spesifik dan terkait dengan status profesional
seseorang, misalnya perawat, dokter, atau penasihat hukum. Vestal, K.W. (l995)
mengatakan bahwa untuk mengatakan secara pasti malpraktik, apabila pengguagat
dapat menunujukkan hal-hal dibawah ini :
a. Duty – Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan
kewajibannya yaitu, kewajiban mempergunakan segala ilmu fan kepandaiannya untuk
menyembuhkan atau setidak-tidaknya meringankan beban penderitaan pasiennya
berdasarkan standar profesi. Hubungan perawat-klien menunjukkan, bahwa
melakukan kewajiban berdasarkan standar keperawatan.
b. Breach of the duty – Pelanggaran terjadi sehubungan
dengan kewajibannya, artinya menyimpang dari apa yang seharusnya dilalaikan
menurut standar profesinya. Contoh pelanggaran yang terjadi terhadap pasien
antara lain, kegagalan dalam memenuhi standar keperawatan yang ditetapkan
sebagai kebijakan rumah sakit.
c. Injury – Seseorang mengalami cedera (injury) atau kerusakan
(damage) yang dapat dituntut secara hukum, misalnya pasien mengalami cedera
sebagai akibat pelanggaran. Kelalalian nyeri, adanya penderitaan atau stres
emosi dapat dipertimbangkan sebagai, akibat cedera jika terkait dengan cedera
fisik.
d. Proximate caused – Pelanggaran terhadap kewajibannya
menyebabkan atau terk dengan cedera yang dialami pasien. Misalnya, cedera yang
terjadi secara langsung berhubungan. dengan pelanggaran kewajiban perawat
terhadap pasien).
Sebagai penggugat, seseorang harus mampu menunjukkan bukti
pada setiap elemen dari keempat elemen di atas. Jika semua elemen itu dapat
dibuktikan, hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi malpraktik dan perawat
berada pada tuntutan malpraktik.
Bidang
Pekerjaan Perawat Yang Berisiko Melakakan Kesalahan : Caffee (1991) dalam
Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area yang memungkinkan perawat berisiko
melakukan kesalahan, yaitu tahap pengkajian keperawatan (assessment errors),
perencanaan keperawatan (planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan
(intervention errors). Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Assessment errors, termasuk kegagalan mengumpulkan data
atau informasi tentang pasien secara adekuat atau kegagalan mengidentifikasi
informasi yang diperlukan, seperti data hasil pemeriksaan laboratorium,
tanda-tanda vital, atau keluhan pasien yang membutuhkan tindakan segera.
Kegagalan dalam pengumpulan data akan berdampak pada ketidaktepatan diagnosis
keperawatan dan lebih lanjut akan mengakibatkan kesalahan atau ketidaktepatan dalam
tindakan. Untuk menghindari kesalahan ini, perawat seharusnya dapat
mengumpulkan data dasar secara komprehensif dan mendasar.
b.Planning
errors, termasuk hal-hal berikut :
1.
Kegagalan mencatat masalah pasien dan kelalaian menuliskannya dalam rencana keperawatan.
2.
Kegagalan mengkomunikaskan secara efektif rencana keperawatan yang telah
dibuat, misalnya menggunakan bahasa dalam rencana keperawatan yang tidak dimahami
perawat lain dengan pasti.
3.
Kegagalan memberikan asuhan keperawatan secara berkelanjutan yang disebabkan
kurangnya informasi yang diperoleh dari rencana keperawatan.
4.
Kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti oleh pasien. Untuk
mencegah kesalahan tersebut, jangan hanva menggunakan perkiraan dalam membuat
rencana keperawatan tanpa mempertimbangkannya dengan baik. Seharusnya, dalam
penulisan harus memakai pertimbangan yang jelas berdasarkan masalah pasien.
Bila dianggap perlu, lakukan modifikasi rencana berdasarkan data baru yang
terkumpul. Rencana harus realistis berdasarkan standar yang telah ditetapkan,
termasuk pertimbangan yang diberikan oleh pasien. Komunikasikan secara jelas
baik secara lisan maupun dengan tulisan. Lakukan tindakan berdasarkan rencana
dan lakukan secara hati-hati instruksi yang ada. Setiap pendapat perlu divalidasi
dengan teliti.
c.
Intervention errors, termasuk kegagalan menginteipretasikan dan melaksanakan
tindakan kolaborasi, kegagalan melakukan asuhan keperawatan secara hati-hati,
kegagalan mengikuti/mencatat order/pesan dari dokter atau dari penyelia.
Kesalahan pada tindakan keperawatan yang sering terjadi adalah kesalahan dalam
membaca pesan/order, mengidentifikasi pasien sebelum dilakukan
tindakan/prosedur, memberikan obat, dan terapi pembatasan (restrictive
therapy). Dari seluruh kegiatan ini yang paling berbahaya tampaknya pada
tindakan pemberian obat. Oleh karena itu, perlu adanya komunikasi yang baik di
antara anggota tim kesehatan maupun terhadap pasien dan keluarganya.
Untuk menghindari kesalahan ini,, sebaiknya rumah sakit tetap melaksanakan program pendidikan berkelanjutan (Continuing Nursing Education).
Untuk menghindari kesalahan ini,, sebaiknya rumah sakit tetap melaksanakan program pendidikan berkelanjutan (Continuing Nursing Education).
Untuk
malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai
bidang hukum yang dilanggar, yaitu :
a.
Criminal malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal
malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana,yaitu :
1.
Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan perbuatan
tercela.
2.
Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan
(intensional) misalnya melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia
jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal 263 KUHP),
melakukan aborsi tanpa indikasi medis pasal 299 KUHP). Kecerobohan
(reklessness) misalnya melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien
informed consent. Atau kealpaan (negligence) misalnya kurang hati-hati
mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien, ketinggalan klem dalam
perut pasien saat melakukan operasi. Pertanggungjawaban didepan hukum pada criminal
malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat
dialihkan kepada orang lain atau kepada badan yang memberikan sarana pelayananjasa
tempatnya bernaung.
b. Civil malpractice
Seorang
tenaga jasa akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak melaksanakan
kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati
(ingkar janji). Tindakan tenaga jasa yang dapat dikategorikan civil malpractice
antara lain :
1.
Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
2.
Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat
melakukannya.
3.
Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak
sempurna.
4.
Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.
Pertanggungjawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi
dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle ofvicarius liability.
Dengan prinsip ini maka badan yang menyediakan sarana jasa dapat bertanggung
gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya selama orang tersebut dalam
rangka melaksanakan tugas kewajibannya
c. Administrative malpractice
Tenaga
jasa dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala orang
tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam
melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai
ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga
perawatan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kena, Surat Ijin Praktek),
batas kewenangan serta kewajiban tenaga perawatan. Apabila aturan tersebut
dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar
hukum administrasi.
C.
CONTOH MALPRAKTEK KEPERAWATAN DAN KAJIAN ETIKA HUKUM
Pasien usia lanjut mengalami disorientasi pada saat berada
di ruang perawatan. Perawat tidak membuat rencana keperawatan guna memantau dan
mempertahankan keamanan pasien dengan memasang penghalang tempat tidur. Sebagai
akibat disorientasi, pasien kemudian terjatuh dari tempat tidur pada waktu
malam hari dan pasien mengalami patah tulang tungkai
Dari kasus diatas , perawat telah melanggar etika
keperawatan yang telah dituangkan dalam kode etik keperawatan yang disusun oleh
Persatuan Perawat Nasional Indonesia dalam Musyawarah Nasionalnya di Jakarta
pada tanggal 29 Nopember 1989 khususnya pada Bab I, pasal 1, yang
menjelaskan tanggung jawab perawat terhadap klien (individu, keluarga dan
masyarakat).dimana perawat tersebut tidak melaksanakan tanggung jawabnya
terhadap klien dengan tidak membuat rencana keperawatan guna memantau dan
mempertahankan kemanan pasien dengan tidak memasang penghalang tempat tidur.
Selain itu perawat tersebut juga melanggar bab II pasal
V,yang bunyinya Mengutamakan perlindungan dan keselamatan klien dalam
melaksanakan tugas, serta matang dalam mempertimbangkan kemampuan jika menerima
atau mengalih-tugaskan tanggung jawab yang ada hubungan dengan keperawatan
dimana ia tidak mengutamakan keselamatan kliennya sehingga mengakibatkan
kliennya terjatuh dari tempat tidur dan mengalami patah tungkai.
Disamping itu perawat juga tidak melaksanakan kewajibannya
sebagai perawat dalam hal Memberikan pelayanan/asuhan sesuai standar
profesi/batas kewenangan.
Dari kasus tersebut perawat telah melakukan kelalaian yang
mengakibatkan kerugian seperti patah tulang tungkai sehingga bisa dikategorikan
sebagai malpraktek yang termasuk ke dalam criminal malpractice bersifat
neglegence yang dapat dijerat hokum antara lain :
1. Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal
karena lalai menyebabkan mati atau luka-luka berat.Pasal 359 KUHP, karena
kelalaian menyebabkan orang mati :Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan
mati-nya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau
kurungan paling lama satu tahun.
2. Pasal 360 KUHP, karena kelalaian menyebakan luka
berat:Ayat (1) Barangsiapa karena kealpaannya menyebakan orang lain mendapat
luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau
kurungan paling lama satu tahun.Ayat (2) Barangsiapa karena kealpaannya
menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehinga menimbulkan penyakit
atau alangan menjalankan pekerjaan, jabatan atau pencaharian selama waktu
tertentu, diancam de¬ngan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda
paling tinggi tiga ratus rupiah.
3. Pasal 361 KUHP, karena kelalaian dalam melakukan jabatan
atau pekerjaan (misalnya: dokter, bidan, apoteker, sopir, masinis dan
Iain-lain) apabila melalaikan peraturan-peraturan pekerjaannya hingga
mengakibatkan mati atau luka berat, maka mendapat hukuman yang lebih berat
pula.Pasal 361 KUHP menyatakan:Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini
di-lakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pen¬caharian, maka pidana
ditambah dengan pertiga, dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk
menjalankan pencaharian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat
memerintahkan supaya putusnya di-umumkan.Pertanggung jawaban didepan hukum pada
criminal malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu
tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit/sarana
kesehatan.
Selain
pasal tersebut diatas, perawat tersebut juga telah melanggar Pasal 54 :
(1).
Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam
melak-sanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
(2).
Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana yang dimaksud dalam
ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
D. Perlindunga Hukum dalam Praktek Keperawatan
Undang – undang praktik keperawatan sudah lama menjadi
bahan diskusi para perawat. PPNI pada kongres Nasional keduanya di Surabaya
tahun 1980 mulai merekomendasikan perlunya bahan-bahan perundang-undangan untuk
perlindungan hukum bagi tenaga keperawatan. Tidak adanya undang-undang
perlindungan bagi perawat menyebabkan perawat secara penuh belum dapat
bertanggung jawab terhadap pelayanan yang mereka lakukan. Tumpang tindih antara
tugas dokter dan perawat masih sering terjadi dan beberapa perawat lulusan
pendidikan tinggi merasa frustasi karena tidak adanya kejelasan tentang peran,
fungsi dan kewenangannya. Hal ini juga menyebabkan semua perawat dianggap sama
pengetahuan dan ketrampilannya, tanpa memperhatikan latar belakang ilmiah yang
mereka miliki.
Pentingnya Undang-undang
Praktik Keperawatan
Ada
beberapa alasan mengapa Undang-Undang Praktik Keperawatan dibutuhkan. Pertama,
alasan filosofi. Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan
derajat kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai
dari pelayanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa
terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada kenyataannya belum
diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi objek
hukum (WHO, 2002).
Kedua,
alasan yuridis. UUD 1945, pasal 5, menyebutkan bahwa Presiden memegang
kekuasaan membentuk Undang-Undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Demikian Juga UU Nomor 23 tahun 1992, Pasal 32, secara eksplisit menyebutkan
bahwa pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan
atau ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Sedang pasal 53, menyebutkan bahwa
tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
sesuai dengan profesinya. Ditambah lagi, pasal 53 bahwa tenaga kesehatan dalam
melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati
hak pasien. Disisi lain secara teknis telah berlaku Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat.
Ketiga,
alasan sosiologis. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya
pelayanan keperawatan semakin meningkat. Hal ini karena adanya pergeseran
paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan, dari model medikal yang
menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan, ke paradigma
sehat yang lebih holistik yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi
dan bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996).
Disamping itu, masyarakat
membutuhkan pelayanan keperawatan yang mudah dijangkau, pelayanan keperawatan
yang bermutu sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, dan memperoleh
kepastian hukum kepada pemberian dan penyelenggaraan pelayanan keperawatan.
Keperawatan merupakan salah satu profesi dalam dunia kesehatan. Sebagai
profesi, tentunya pelayanan yang diberikan harus professional, sehingga perawat/ners
harus memiliki kompetensi dan memenuhi standar praktik keperawatan, serta
memperhatikan kode etik dan moral profesi agar masyarakat menerima pelayanan
dan asuhan keperwatan yang bemutu.
Undang-Undang di Indonesia yang berkaitan dengan Praktik
Keperawatan :
1. UU No. 9 tahun 1960,
tentang pokok-pokok kesehatan
Bab II (Tugas Pemerintah), pasal 10 antara
lain menyebutkan bahwa pemerintah mengatur kedudukan hukum, wewenang dan
kesanggupan hukum.
2. UU No. 6 tahun 1963
tentang Tenaga Kesehatan.
UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9
tahun 1960. UU ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana.
Tenaga sarjana meliputi dokter, dokter gigi dan apoteker. Tenaga perawat
termasuk dalam tenaga bukan sarjana atau tenaga kesehatan dengan pendidikan
rendah, termasuk bidan dan asisten farmasi dimana dalam menjalankan tugas
dibawah pengawasan dokter, dokter gigi dan apoteker. Pada keadaan tertentu
kepada tenaga pendidikan rendah dapat diberikan kewenangan terbatas untuk
menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan langsung. UU ini boleh dikatakan
sudah usang karena hanya mengkalasifikasikan tenaga kesehatan secara dikotomis
(tenaga sarjana dan bukan sarjana). UU ini juga tidak mengatur landasan hukum
bagi tenaga kesehatan dalam menjalankan pekerjaannya. Dalam UU ini juga belum
tercantum berbagai jenis tenaga sarjana keperawatan seperti sekarang ini dan
perawat ditempatkan pada posisi yang secara hukum tidak mempunyai tanggung
jawab mandiri karena harus tergantung pada tenaga kesehatan lainnya.
3. UU Kesehatan No. 14
tahun 1964, tentang Wajib Kerja Paramedis.
Pada pasal 2, ayat (3) dijelaskan bahwa
tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah wajib menjalankan wajib
kerja pada pemerintah selama 3 tahun.
Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa selama bekerja
pada pemerintah, tenaga kesehatan yang dimaksud pada pasaal 2 memiliki
kedudukan sebagai pegawai negeri sehingga peraturan-peraturan pegawai negeri
juga diberlakukan terhadapnya.
UU ini untuk saat ini sudah tidak sesuai
dengan kemampuan pemerintah dalam mengangkat pegawai negeri. Penatalaksanaan
wajib kerja juga tidak jelas dalam UU tersebut sebagai contoh bagaimana sistem
rekruitmen calon peserta wajib kerja, apa sangsinya bila seseorang tidak
menjalankan wajib kerja dan lain-lain. Yang perlu diperhatikan bahwa dalam UU
ini, lagi posisi perawat dinyatakan sebagai tenaga kerja pembantu bagi tenaga
kesehatan akademis termasuk dokter, sehingga dari aspek profesionalisasian,
perawat rasanya masih jauh dari kewenangan tanggung jawab terhadap pelayanannya
sendiri.
4. SK Menkes No.
262/Per/VII/1979 tahun 1979
Membedakan paramedis menjadi dua golongan
yaitu paramedis keperawatan (temasuk bidan) dan paramedis non keperawatan. Dari
aspek hukum, suatu hal yang perlu dicatat disini bahwa tenaga bidan tidak lagi
terpisah tetapi juga termasuk katagori tenaga keperawatan.
5. Permenkes. No.
363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980
Pemerintah membuat suatu pernyataan yang
jelas perbedaan antara tenaga keperawaan dan bidan. Bidan seperti halnya
dokter, diijinkan mengadakan praktik swasta, sedangkan tenaga keperawatan
secara resmi tidak diijinkan. Dokter dapat membuka praktik swasta untuk
mengobati orang sakit dan bidang dapat menolong persalinan dan pelayanan KB.
Peraturan ini boleh dikatakan kurang relevan atau adil bagi profesi
keperawatan. Kita ketahui negara lain perawat diijinkan membuka praktik swasta.
Dalam bidang kuratif banyak perawat harus menggatikan atau mengisi kekurangan
tenaga dokter untuk menegakkan penyakit dan mengobati terutama
dipuskesmas-puskesma tetapi secara hukum hal tersebut tidak dilindungi terutama
bagi perawat yang memperpanjang pelayanan di rumah. Bila memang secara resmi
tidak diakui, maka seyogyanya perawat harus dibebaskan dari pelayanan kuratif
atau pengobatan utnuk benar-benar melakukan nursing care.
6. SK Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/1986, tanggal 4 November 1986,
tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan dan sistem kredit point.
Dalam sisitem ini dijelaskan bahwa tenaga
keperawatan dapat naik jabatannya atau naik pangkatnya setiap dua tahun bila
memenuhi angka kredit tertentu. Dalam SK ini, tenaga keperawatan yang dimaksud
adalah : Penyenang Kesehatan, yang sudah mencapai golingan II/a, Pengatur
Rawat/Perawat Kesehatan/Bidan, Sarjana Muda/D III Keperawatan dan Sarjana/S1
Keperawatan. Sistem ini menguntungkan perawat, karena dapat naik pangkatnya dan
tidak tergantung kepada pangkat/golongan atasannya.
7. UU Kesehatan No. 23
Tahun 1992
Merupakan UU yang banyak memberi kesempatan
bagi perkembangan termasuk praktik keperawatan profesional karena dalam UU ini
dinyatakan tentang standar praktik, hak-hak pasien, kewenangan,maupun
perlindungan hukum bagi profesi kesehatan termasuk keperawatan.
Beberapa pernyataaan UU Kes. No. 23 Th. 1992
yang dapat dipakai sebagai acuan pembuatan UU Praktik Keperawatan adalah :
Pasal 53 ayat 4 menyebutkan bahwa ketentuan
mengenai standar profesi dan hak-hak pasien ditetapkan dengan peraturan
pemerintah.
Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa tenaga
kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melaksanakan kegiatan sesuai dengan
bidang keahlian dan kewenangannya
Pasal 53 ayat 4 menyatakan
tentang hak untuk mendapat perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan.
PENUTUP
·
Kesimpulan
Kami menarik kesimpulan bahwa kami sependapat dengan pengertian malpraktek
yang disebutkan dalam makalah ini yang mengatakan bahwa “Malpraktek merupakan
istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi yuridis. Secara
harfiah “mal” mempunyai arti salah sedangkan “praktek” mempunyai arti
pelaksanaan atau tindakan, sehingga malpraktek berarti pelaksanaan atau
tindakan yang salah. Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan
istilah tersebut dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam
rangka pelaksanaan suatu profesi, Sedangkan definisi malpraktek profesi
kesehatan adalah kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk mempergunakan
tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien,
yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
dilingkungan yang sama. Malpraktek juga dapat diartikan sebagai tidak
terpenuhinya perwujudan hak-hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang
baik, yang biasa terjadi dan dilakukan oleh oknum yang tidak mau mematuhi
aturan yang ada karena tidak memberlakukan prinsip-prinsip transparansi atau
keterbukaan,dalam arti, harus menceritakan secarajelas tentang pelayanan yang
diberikan kepada konsumen, baik pelayanan kesehatan maupun pelayanan jasa
lainnya yang diberikan.”
Jadi
kesimpulan kami, “malpraktek yaitu bentuk kesalahan atau kelalaian seseorang
dalam profesinya. Sedangkan malpraktek dalam bidang keperawatan yaitu kesalahan
ataupun kelalaian yang dilakukan seorang perawat yang mengakibatkan pasien
tidak merasa nyaman, cacat bahkan mengancancam nyawa pasien dengan tidak
sengaja.”
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar